Mengutip apa yang
diungkapkan Dorothy Law Nollte :
·
Jika anak dibesarkan dengan
celaan, maka ia belajar memaki
·
Jika anak dibesarkan dengan
permusuhan, maka ia belajar berkelahi
·
Jika anak dibesarkan dengan
cemoohan, maka ia belajar rendah diri
·
Jika anak dibesarkan dengan
penghinaan, maka ia belajar menyesali diri
·
Jika anak dibesarkan dengan
toleransi, maka ia belajar mengendalikan diri
·
Jika anak dibesarkan dengan
motivasi, maka ia belajar percaya diri
·
Jika anak dibesarkan dengan
kelembutan, maka ia belajar menghargai
·
Jika anak dibesarkan dengan
rasa aman, maka ia belajar percaya
·
Jika anak dibesarkan dengan
dukungan, maka ia belajar menghargai diri sendiri
·
Jika anak dibesarkan dengan
kasih sayang dan persahabatan, maka ia belajar menemukan kasih sayang dalam
kehidupannya
Ada apa dengan anak ?
Sesuai bunyi Pasal 4 UU
No.23/2002 tentang Perlindungan Anak disebutkan bahwa setiap anak berhak untuk
dapat hidup tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapatkan perlindungan dan kekerasan
dan diskriminasi. Salah satu momen penting yang menguatkan komitmen bersama
untuk mewujudkan sebuah dunia yang layak bagi anak sebagai wujud terpenuhinya
hak anak adalah Resolusi Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tanggal
10 Mei 2002 yang mengadopsi laporan Komite Ad Hoc pada Sesi Khusus untuk Anak.
Dokumen itulah yang kemudian dikenal dengan judul "A World Fit for
Children". Judul dokumen tersebut menunjukkan gaung puncak dari rangkaian
upaya dunia untuk memberikan perhatian yang lebih besar terhadap masalah masa
depan bumi, kelangsungan kehidupan umat manusia dan lebih khusus lagi upaya
untuk menyiapkan generasi masa depan yang lebih baik melalui anak-anak yang
hidup pada masa sekarang ini dan pada masa-masa selanjutnya.
Peraturan Menteri Negara
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Nomor 5 Tahun 2011 tentang
Kebijakan Pemenuhan Hak Pendidikan Anak. Ditindaklanjuti dengan Kesepakatan
Bersama antara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia dengan Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomor 013/MEN.PP.PA/VIII/2010 dan Nomor 09/VIII/KB/2010 tentang Pelaksanaan
Pengarusutamaan Gender dan Pengarusutamaan Hak Anak Bidang Pendidikan, dan
Kesepakatan Bersama antara Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan
Anak dengan Kementerian Agama Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pelaksanaan
Pengarusutamaan Gender dan Pemenuhan Hak Anak di Bidang Keagamaan, serta
peraturan perundang-undangan tentang Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA).
Kabupaten/Kota Layak Anak (KLA) adalah kabupaten/kota yang mempunyai sistem
pembangunan berbasis hak anak melalui pengintegrasian komitmen dan sumberdaya
pemerintah, masyarakat dan dunia usaha yang terencana secara menyeluruh dan
berkelanjutan dalam kebijakan, program dan kegiatan untuk menjamin terpenuhinya
hak anak (PERMEN No. 11 Tahun 2011).
Regulasi pemerintah
tersebut telah mengisyaratkan pentingnya sinkronisasi kebijakan Kementerian
/Lembaga/Daerah/Instansi (K/L/D/I) yang mendorong Penerapan Sekolah Ramah Anak
di sekolah/madrasah, keluarga, komunitas, lingkungan, media massa dan dunia
usaha. Sekolah yang ramah anak merupakan institusi yang mengenal dan menghargai
hak anak untuk memperoleh pendidikan, kesehatan, kesempatan bermain dan
bersenang, melindungi dari kekerasan dan pelecehan, dapat mengungkapkan
pandangan secara bebas, dan berperan serta dalam mengambil keputusan sesuai
dengan kapasitas mereka. Sekolah juga menanamkan tanggung jawab untuk
menghormati hak-hak orang lain, kemajemukan dan menyelesaikan masalah perbedaan
tanpa melakukan kekerasan. Sekolah Ramah Anak adalah sekolah/madrasah yang
aman, bersih, sehat, hijau, inklusif dan nyaman bagi perkembangan fisik,
kognisi dan psikososial anak perempuan dan anak laki-laki termasuk anak yang
memerlukan pendidikan khusus dan/atau pendidikan layanan khusus. Sekolah ramah
anak dapat dimaknai sebagai suatu sekolah yang dapat memfasilitasi dan memberdayakan
potensi anak.
Untuk memberdayakan potensi
anak sekolah tentunya harus memprogramkan sesuatunya yang menyebabkan potensi
anak tumbuh dan berkembang. Konsekuensi menciptakan sekolah ramah anak tidaklah
mudah karena sekolah di samping harus menciptakan program sekolah yang memadai,
sekolah juga harus menciptakan lingkungan yang edukatif. Sekolah Ramah Anak
bertujuan untuk membangun lingkungan belajar dimana anak termotivasi dan mampu
untuk belajar. Komunitas sekolah ramah dan terbuka terhadap kebutuhan kesehatan
dan keamanan siswa. Sekolah ramah anak memastikan setiap anak secara inklusif
berada dalam lingkungan yang aman secara fisik, melindungi secara emosional,
dan mendukung secara psikologis. Guru menjadi faktor utama dalam menciptakan
kelas yang inklusif dan efektif. Guru harus mampu menjadi pendidik yang ramah
terhadap anak dan mampu menjadi fasilitator yang baik bagi anak didiknya.
Sekolah harus menciptakan suasana yang konduksif agar anak merasa nyaman dan
dapat mengekspresikan potensinya. Agar suasana konduksif tersebut tercipta,
maka ada beberapa aspek yang perlu diperhatikan, terutama: (1) program sekolah
yang sesuai; (2) lingkungan sekolah yang mendukung; dan (3) aspek
sarana-prasarana yang memadai. Penerapan Sekolah Ramah Anak memerlukan
keterlibatan dan partisipasi semua pihak dalam mewujudkan suasana belajar dan
proses Pembelajaran Aktif-Inovatif-Kreatif-Efektif-Menyenangkan (PAIKEM) untuk
anak, guru dan warga sekolah lainnya. Anak-anak yang belajar di sekolah ramah
anak tumbuh sehat dan gembira dalam bimbingan para guru yang penuh perhatian
dan bermotivasi tinggi, didukung oleh keluarga dan masyarakat yang membantu
seluruh anak perempuan dan laki-laki termasuk anak yang memerlukan pendidikan
khusus dan/atau pendidikan layanan khusus dalam lingkungan yang aman, bersih,
sehat, hijau, inklusi dan nyaman serta bermanfaat untuk lingkungan dan
masyarakat sekitarnya.
Sekolah Ramah Anak memiliki
karakteristik umum sebagai berikut :
- Melindungi dan menjamin keselamatan anak-anak perempuan dan anak laki laki termasuk anak yang memerlukan pendidikan khusus dan/atau pendidikan layanan khusus dari gangguan fisik, psikososial dan risiko bencana;
- Menjamin kesehatan anak perempuan dan anak laki-laki termasuk anak yang memerlukan pendidikan khusus dan/atau pendidikan layanan khusus selama berada di sekolah/madrasah;
- Mengembangkan budaya sekolah/madrasah yang peduli lingkungan dan mengedepankan nilai-nilai luhur bangsa termasuk dalam situasi darurat;
- Membuka kesempatan belajar bagi setiap anak perempuan dan laki-laki termasuk yang memerlukan pendidikan khusus dan pendidikan layanan khusus;
- Menerapkan kurikulum yang sesuai dengan usia, kemampuan dan cara belajar anak perempuan dan laki-laki termasuk anak yang memerlukan pendidikan khusus dan/atau pendidikan layanan khusus;
- Melibatkan peran serta keluarga, masyarakat sekitar dan pihak pihak lainnya dalam pengelolaan pendidikan; dan
- Menerapkan pembelajaran yang PAIKEM.
Penerapan Sekolah Ramah
Anak memerlukan kerjasama para pemangku kepentingan di bidang pendidikan.
Berbagai permasalahan pendidikan yang menjadi hambatan dalam pemenuhan hak
pendidikan anak dari aspek ekonomi, geografi, sosial dan budaya menjadi
tantangan tersendiri dalam penerapan Sekolah Ramah Anak. Perlu upaya menyeluruh
dalam kordinasi yang baik agar setiap anak Indonesia dapat menikmati hak atas
pendidikan yang berkualitas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar